Selasa, 19 April 2011

Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah

Siapakah kiranya orang yg dipegang oleh Rasulullah saw dgn tangan kanannya sambil bersabda “Sesungguhnya tiap ummat mempunyai orang kepercayaan dan sesungguhnya kepercayaan ummat ini adl Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah.” Siapakah orang yg dikirim oleh Nabi ke medan tempur Dzatus Salasil sebagai bantuan bagi Amar bin ‘Ash dan diangkatnya sebagai panglima dari suatu pasukan yg di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar. Siapakah sahabat yg mula pertama disebut sebagai amirul umara atau panglima besar ini. Dan siapakah orang yg tinggi perawakannya tetapi kurus tubuhnya tipis jenggotnya berwibawa wajahnya dan ompong krn patah dua gigi mukanya. Yah siapakah kiranya orang kuat lagi terpercaya sehingga Umar bin Khattab ketika hendak menghembuskan nafasnya yg terakhir pernah berkata mengenai pribadinya “Seandainya Abu ‘Ubadah ibnul Jarrah masih hidup tentulah ia di antara orang-orang yg akan saya angkat sebagai penggantiku. Dan jika Tuhanku menanyakan hal itu tentulah “Saya angkat kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya.” Ia adl Abu ‘Ubaidah Amir bin Abdillah ibnul Jarrah. Ia masuk Islam melalui Abu Bakar Shiddiq di awal mula kerasulan yakni sebelum Rasulullah saw mengambil rumah Arqam sebagai tempat da’wah. Ia ikut hijrah ke Habsy pada kali kedua. Ia kembali pulang agar dapat mendampingi Rasulullah di perang Badar perang Uhud dan pertempuran-pertempuran lainnya. Lalu sepeninggal Rasulullah dilanjutkannya gaya hidupnya sebagai seorang kuat yg dipercaya mendampingi Abu Bakar dan kemudian Umar dalam pemerintahan masing-masing dgn mengesampingkan dunia kemewahan dalam menghadapi tanggung jawab keagamaan baik dalam zuhud dan ketaqwaan amanah dan keteguhan. Ketika Abu ‘Ubaidah bai’at atau sumpah setia kepada Rasulullah saw akan membangkitkan hidupnya di jalan Allah ia menyadari sepenuhnya makna kata-kata yg tiga ini berjuan dijalan Allah dan telah memiliki persiapan sempurna utk menyerahkan kepadanya apa saja yg diperlukan berupa darma bakti dan pengurbanan. Semenjak ia mengulurkan tangannya utk bai’at kepada Rasulullah ia tidak memperhatikan kepentingan pribadi dan masa depannya. Seluruh kehidupannya dihabiskan dalam mengemban amanat yg dititipkan Allah kepadanya dan dibaktikan pada jalan-Nya demi mencapai keridhaan-Nya. Tiada suatu pun yg dikejar utk kepentingan dirinya pribadi dan tiada satu keinginan atau kebencian pun yg dapat menyelewengkannya dari jalan Allah itu. Maka tat kala Abu ‘Ubaidah telah menepati janji yg dilakukan oleh para sahabat lainnya dilihat pula oleh Rasulullah sikap jiwa dan tata cara kehidupannya yg menyebabkannya layak utk menerima gelar mulia yg diserahkan serta dihadiahkan Rauslullah kepadanya dgn sabdanya “Orang kepercayaan ummat ini Abu ‘Ubaidah ibnul Jarrah.” Amanat atau kepercayaan yg dipenuhi oleh Abu ‘Ubaidah atas segala tanggung jawabnya merupakan sifatnya yg paling menonjol. Umpamanya waktu perang Uhud dari gerak gerik dan jalan pertempuran diketahuinya bahwa tujuan utama dari orang-oarng musyrik itu adl bukanlah hendak merebut kemenangan tetapi utk menghabisi riwayat Nabi Besar dan merenggut nyawanya. Ia berjanji kepada dirinya utk selalu dekat dgn Rasulullah di arena perjuangan itu. Maka dgn pedangnya yg terpercaya seperti dirinya pula ia maju ke muka merambah dan mendesak tentara berhala yg hendak melampiaskan maksud jahat mereka utk memadamkan nur Ilahi. Setiap suasana medan pertempuran memaksanya terpisah jauh dari Rasulullah saw ia tetap bertempur tanpa melepaskan pandangan matanya dari kedudukan Rasulullah itu yg selalu diikutinya dgn hati cemas dan jiwa gelisah. Jika dilihatnya ada bahaya yg mengancam Nabi maka ia bagaikan disentakan dari tempatnya lalu melompat menerkam musuh-musuh Allah dan menghalau mereka ke belakang sebelum mereka sempat mencelakakannya. Suatu ketika pertempuran berkecamuk dgn hebatnya ia terpisah dari Nabi krn terkepung oleh tentara musuh; tetapi seperti biasa kedua matanya bagai mata elang mengintai kedaan sekitarnya. Hampir saja ia gelap mata melihat sebuah anak panah meluncur dari tangan seorang musyrik lalu mengenai Nabi. Terlihatlah pedangnya yg sebilah itu berkelibatan tak ubah bagai seratus bilah pedang menghantam musuh yg mengepungnya hingga mencerai-beraikan mereka lalu ia terbang mendapatkan Rasulullah. Didapatinya darah beliau yg suci mengalir dari mukanya dan dilihatnya Rasulullah Al-Amin menghapus darah dgn tangan kanannya sambil bersabda “Bagaimana mungkin berbahagia suatu kaum yg mencemari wajah Nabi mereka padahal ia menyerunya kepada Nabi mereka padahal ia menyerunya kepada Tuhan mereka.” Abu ‘Ubaidah melihat dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah menancap di kedua belah pipinya. Abu ‘Ubaidah tak dapat manahan hatinya lagi; ia segera menggigit salah satu mata rantai itu dgn gigi manisanya lalu menariknya dgn kuat dari pipi Rasulullah hingga tercabut keluar tetapi bersamaan dgn itu tercabut pula sebuah gigi manis Abu ‘Ubaidah lalu ditariknya mata rantai yg kedua dan tercabut pulalah gigi manis Abu ‘Ubaidah yg kedua. Dan baiklah kita serahkan kapda Abu Bakar Shiddiq utk menceritakan persitiwa itu; “Di waktu perang Uhud dan Rasulullah saw ditimpa anak panah hingga dua buah rantai ketopong masuk ke dua belah pipinya bagian atas saya segera berlari mendapatkan Rasulullah saw kiranya ada seorang yg datang bagaikan terbang dari jurusan timur maka kataku ‘Ya Allah moga-moga itu merupakan pertolongan!’ Dan kala kami sampai pada Rasulullah kiranya orang itu adl Abu ‘Ubaidah yg telah mendahuluinya ke sana serta katanya “Atas nama Allah saya minta kepada anda wahai Abu Bakar agar saya dibiarkan mencabutnya dari pipi Rasulullah saw.” Saya pun membiarkanya maka dgn gigi mukanya Abu ‘Ubaidah mencabut salah satu mata rantai baju besi penutup kepala beliau hingga ia terjatuh ke tanah dan bersamaan dgn itu jatuhlah pula sebuah gigi manis Abu ‘Ubaidah. Kemudian ditariknya pula mata rantai yg kedua dgn giginya yg lain hingga sama tercabut meneyebabkan Abu ‘Ubaidah tampak di hadapan orang banyak bergigi ompong.” Di saat-saat bertambah besar dan meluasnya tanggung jawab para sahabat maka amanah dan kejujuran Abu ‘Ubaidah meningkatlah pula. Tat kala ia dikirim oleh Nabi saw dalam ekspedisi “Daun Khabath” dgn memimpin lbh dari tiga ratus orang prajurit sedang berbekalan mereka tidak lbh dari sebakul kurma sementara tugas sulit dan jarak yg akan ditempuh jauh pula Abu ‘Ubaidah menerima perintah itu dgn taat dan hati gembira. Bersama anak buahnya pergilah ia ke tempat yg dituju dan berbekallah tiap prajurit tiap harinya hanyalah segenggam kurma. Ketika perbekalan hampir habis maka bagian masing-maisng prajurit hanyalah sebuah kurma utk sehari. Tat kala habis sama sekali mereka mulai mencari daun kayu yg disebut “khabath” lalu mereka tumbuk hingga halus seperti tepung dgn menggunkan alat senjata. Di samping daun-daun itu dijadikan sebagai makanan dapat pula mereka gunakan sebagai wadah utk air minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut ekspedisi “Daun Khabath.” Mereka terus maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga dan tak ada tujuan mereka kecuali menyelesaikan tugas mulia bersama panglima mereka yg kuat lagi terpercaya. Rasulullah amat sayang kepada Abu ‘Ubaidah sebagai orang kepercayaan ummat dan beliau sangat terkesan kepadanya. Tatkala datang perutusan Najran dari Yaman menyatakan keislaman mereka dan meminta kepada Nabi agar dikirim bersama mereka seorang guru utk mengajarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta seluk beluk agama Islam maka ujar beliau “Baiklah akan saya kirim bersama Tuan-Tuan seorang yg terpercaya benar-benar terpercaya benar-benar terpercaya benar-benar terpercaya.” Para sahabat mendengar pujian yg keluar dari mulut Rasulullah saw ini dan masing-masing berharap agar pilihan agar jatuh kepada dirinya hingga beruntung beroleh pengakuan dan kesaksian yg tak dapat diragukan lagi kebenarannya. Umar bin khattab menceritakan peristiwa itu sebagai berikut “Aku tak pernah berangan-angan menjadi amir tetapi ketika itu aku tertarik oleh ucapan beliau dan mengharapkan yg dimaksud beliau itu adl aku. Aku cepat-cepat berangkat utk shalat dhuhur. Dan tatkala Rasulullah selesai mengimami kami shalat dhuhur beliau memberi salam lalu menoleh kesebelah kanan dan kiri. Maka saya pun mengulurkan badan agar kelihatan oleh beliau. Tetapi ia juga masih melayangkan pandangannya menacari-cari hingga akhirnya tampaklah Abu ‘Ubaidah maka dipanggilnya lalu sabdanya “Pergilah berangkat bersama mereka dan selesaikanlah apabila terjadi perselisihan di antara mereka dgn haq.”Maka Abu ‘Ubaidah berangkatlah bersama orang-orang itu.” Dengan peristiwa ini tentu saja tidak berarti bahwa Abu ‘Ubaidah merupakan satu-satunya yg mendapat kepercayaan dan tugas dari Rasulullah sedang lainnya tidak. Maksudnya ialah bahwa ia adl salah seorang yg beruntung beroleh kepercayaan yg berharga serta tugas mulia ini. Di samping itu ia adl salah seorang mungkin juga satu-satunya orang pada masa itu yg berpropesi da’i. Sebagaimana Abu Ubaidah menjadi seorang kepercayaan di masa Rasulullah saw demikian pula setelah Rasulullah wafat ia tetap sebagai orang kepercayaan; memikul semua tanggung jawab dgn sifat amanah. Wajarlah apabila ia menjadi suri teladan bagi seluruh ummat manusia. Di bawah panji-panji Islam kemana pun ia pergi ia adl seorang prajurit yg dgn keutamaan dan keberaniannya melebihi seorang amir atau panglima; dan disaat ia sebagai panglima krn keikhlasan dan kerendahan hatinya menyebabkan tidak lbh dari seorang prajurit biasa. Kemudian tatkala Khalid bin Walid sedang memimpin tentara Islam dalam salah satu pertempuran terbesar yg menentukan tiba-tiba amirul mu’minin Umra mema’lumkan titahnya utk mengangkat Abu ‘Ubaidah sebagai pengganti Khalid maka demi diterimanya berita itu dari utusan khalifah dimintanya orang itu utk merahasiakan berita tersebut kepada umum. Sementara Abu ‘Ubaidah sendiri mendiamkannya dgn suatu niat dan tujuan baik sebagai lazimnya dimiliki seorang zuhud arif bijaksana lagi dipecaya menunggu selesainya panglima Khalid itu merebut kemenangan besar. Setelah kemenangan tercapai barulah ia mendapatkan Khlaid dgn hormat dan ta’dhimnya utk menyerahkan surat dari amirul mu’minin. Ketika Khalid bertanya kepadanya “Semoga Allah memberimu rahmat wahai Abu ‘Ubaidah! Apa sebanya anda tidak menyampaikannya kepadaku di waktu datangnya?” Maka ujar kepercayaan ummat itu “Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak anda dan bukan kekuasaan dunia yg kita tuju dan bukan pula utk dunia kita beramal. Kita semua bersaudara krn Allah.” Demikianlah Abu ‘Ubaidah telah menjadi panglima besar di Syria Di bawah kekuasaanya bernaung sebagian besar tentara Islam baik dalam luas wilayahnya maupun dalam perbekalan dan jumlah bilangannya. Tetapi bila anda melihatnya maka sangka anda bahwa ia adl salah seorang prajurit biasa serta pribadi biasa dari kaum muslimin. Ketika sampai kepadanya perbincangan orang-orang Syria tentang dirinya dan keta’juban mereka terhadap sebutan panglima besar dikumpulkannya mereka lalu ia berdiri menyampaikan pidato. Nah cobalah anda sekalian perhatikan apa yg diucapkannya kepada orang-orang yg terpesona dgn kekuatan kebesaran dan sifat amanahnya “Hai ummat manusia?.!” “Sesungguhnya saya ini adl seorang muslim dari suku Quraisy. Dan siapa saja diantara kalian baik ia berkulit merah atau hitam yg lbh takwa dari padaku hatiku ingin sekali berada dalam bimbingannya?.!” Semoga Allah melanjutkan kebahagiaanmu wahai Abu ‘Ubaidah. Dan mengekalkan agama yg telah mendidikmu serta Rasulullah yg telah mengajarimu. Kedudukannya sebagai panglima besar dan pemimpin tentara Islam yg paling banyak jumlahnya dan paling menonjol keperwiraannya serta paling besar kemenangannya begitu pun sebagai wali negeri diwilayah Syria yg semua kehendakanya berlaku dan perintahnya ditaati maka semua itu dan lainnya yg serupa tidak menggoyahkan ketakwaanya sedikit pun dan tidak dijadikan andalan. Amirul Mu’minin umar bin Khattab datang berkunjung ke Syria kepada para penyambutnya ditanyakannya “Mana saudara saya?”"Siapa?” ujar mereka.”Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah” katanya pula. Kemudian datanglah Abu ‘Ubaidah yg kemudian dipeluk oleh Amirul Mu’minin lalu mereka pergi bersama-sama kerumahnya. Maka tidak satu pun perabot rumah tangga terdapat di rumah itu kecuali pedang tameng serta pelana kendarannya. Sambil tersenyum Umar bertanya kepadanya “Kenapa tidak kau ambil utk dirimu sebagaimana dilakukan oleh orang lain?” Maka jawab Abu ‘Ubaidah “Wahai Amirul Mu’minin ini menyebabkan hatiku lega dan sempat beristirahat.” Pada suatu hari di Madinah tat kala Amirul Mu’minin Umar Al-Faruq sibuk menangani dunia Islam yg luas disampaikan orang berita berkabung meninggalnya Abu ‘Ubaidah. Maka terpejamlah kedua pelupuk matanya yg telah digenangi air. Dan air itu pun meleleh hingga Amirul Mu’minin membuka matanya dgn tawakal menyerahkan diri. Dimohonkannya rahmat bagi sahabatnya itu dan bangkitlah kanangan-kenangan lamanya bersama almarhum ra yg ditampungnya dgn hati sabar diliputi duka. Kemudian diulangi kembali ucapan berkenaan sahabatnya itu katanya “Seandainya aku bercita-cita maka tak adl harapanku selain sebuah rumah yg penuh di diami oleh tokoh-tokoh seperti Abu ‘Ubaidah.” Orang kepercayan dari ummat ini wafat diatas bumi yg telah disucikannya dari keberhalaan Persi dan penindasan Romawi. Dan disana sekarang ini yaitu dalam pangkuan tanah Yordania bermukim tulang kerangka yg mulia yg dulunya tempat bersemayam jiwa yg tenteram dan ruh pilihan. Meskipun makamnya sekarang ini dikenal orang atau tidak sama saja halnya bagi dia atau bagi anda krn seandainya anda bermaksud hendak mencapainya anda tidak memerlukan petunjuk jalan krn jasa-jasanya yg tidak terkira akan menuntun anda ke tempatnya itu. Sumber Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah Khalid Muh. Khalid Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar